Jakarta, Dibandingkan dengan hidup di desa, tinggal dan besar di daerah perkotaaan dapat lebih membuat stres. Studi yang dilakukan oleh para peneliti di Carnegie Mellon University misalnya melihat bahwa tingkat stres penduduk kota mengalami peningkatan sebanyak 18-24 persen dalam jangka waktu 26 tahun.
Mengapa demikian? Menurut para ahli karena memang hidup di perkotaan secara umum lebih tinggi tantangan sosial ekonominya dibandingkan dengan hidup di desa. Masyarakat yang hidup di kota selalu dituntut untuk bersaing.
Pengamat ekonomi Imaduddin Abdullah dari Universitas Indonesia mengatakan bahwa karena berbagai persaingan tersebut, biaya hidup di kota menjadi tinggi. Sementara itu belum tentu semua penduduk memiliki ketrampilan yang sesuai untuk mengisi lapangan pekerjaan yang terbatas.
"Jadi yang bisa bikin stres hidup di kota itu misalnya ya mungkin mikir gimana membayar cicilan rumah mencari tempat tinggal yang layak. Terus sambil mikir gitu pas jalan ke kantor kejebak macet. Lagi kena macet gitu kecopetan karena tingkat kriminalitasnya tinggi," ungkap Imaduddin dalam diskusi media di restoran Bebek Bengil, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (12/4/2017).
Belum lagi karena aktivitas yang sibuk, masyarakat di kota umumnya lebih sedikit mendapat waktu untuk tidur. Nah jam tidur yang kurang atau berantakan dilihat oleh berbagai studi terbukti menjadi salah satu faktor kerentanan terhadap stres.
Psikolog Liza Marielly Djaprie dari Sanatorium Dharmawangsa mengatakan dalam jangka waktu lama stres karena berbagai faktor tersebut bisa meningkatkan risiko kondisi kronis seperti diabetes, penyakit jantung, atau kolesterol tinggi. Itu lah mengapa beberapa penyakit tidak menular ada kecenderungan lebih banyak terjadi pada penduduk perkotaan.
"Kalau sudah stres reaksi tiap orang beda-beda ada yang jadi banyak makan, enggak bisa tidur, atau malah banyak tidur. Penandanya itu ketika stres ada perubahan pola hidup yang drastis. Itu harus diperhatikan," ungkap Liza.
Firdaus Anwar - detikHealth